PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI SEORANG PEMIMPIN
Oleh:
Rini Kurniati, S.Pd
CGP
ANGKATAN 6
“ Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun
mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Bob
Talbert)
Mengajarkan tentang nilai-nilai
karakter lebih utama daripada membuat anak pandai berhitung/matematika namun
tidak mempunyai karakter yang baik. Sebagai pendidik kita tentu faham bahwa Pendidikan
adalah suatu proses yang sistematis dan terencana, bukan hanya sekedar
mengajarkan murid tentang teori/materi/konten namun bagaimana semua itu masuk
kedalam hati dan pikiran mereka sehingga semua akan berdampak pada perilaku dan
karakter karena ilmu yang baik dilandasi oleh karakter baik sehingga murid
dapat menjalankan kehidupan dengan bahagia dan keselamatan setinggi-tingginya,
seperti yang dicita-citakan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar
Dewantara. Namun pada kenyataannya di Indonesia Pendidikan mempunyai kurikulum
yang mengedepankan teori atau pemaham konsep pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan
lebih banyak orangtua yang bangga anaknya menjadi juara olimpiade matematika daripada
mempunyai anak yang pandai bersosialisasi. Sehingga tidak heran jika banyak ditemui
anak pandai matematika namun kurang mampu bekerjasama atau kurang bisa
berkomunikasi dengan orang disekitarnya.
Hal yang dipaparkan
diatas merupakan satu bentuk masalah atau situasi yang perlu kita selesaikan
dengan membuat suatu sikap atau keputusan, dan prinsip yang kita anut dalam
mengambil keputusan adalah berpihak pada murid, tidak bertentangan dengan nilai
kebajikan, dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena menjadi pendidik berarti
kita siap menjadi role model (teladan) semua nilai kebajikan bagi
peserta didik kita.
Sebagai pemimpin
pembelajaran kita harus mampu berkontribusi bagi peserta didik, karena kita
harus bisa menuntun murid untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya sehingga
murid mendapatkan kebahagiaan melalui merdeka belajar. Hal ini dapat kita
wujudkan dengan pembelajaran berdiferensiasi dimana keputusan yang kita ambil
dalam pembelajaran berpihak pada murid dan sesuai dengan kebutuhan murid. Hal
ini sejalan dengan kalimat bijak berikut ini,
“ Pendidikan adalah sebuah seni
untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.” (Georg Wilhelm
Friedrich Hegel).
Memahami kalimat bijak
tersebut pendidikan merupakan suatu proses menuntun siswa agar menjadi insan
yang berkarakter, berprilaku sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat sekitarnya, sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai
moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya. Serta menjadi
manusia yang dapat diterima oleh masyarakat. untuk mencoba memahami dua kalimat
bijak tersebut, dapat kita kaji lebih dalam sebagai berikut:
Mengacu pada filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Triloka
memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin.
Bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran, dalam mengambil keputusan harus dapat
berpedoman pada semboyan KHD yang sampai saat ini masih menjadi landasan
berpijak para pendidik yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa,
Tut Wuri Handayani, yang artinya adalah Seorang pemimpin (Guru) harus mampu
memberikan teladan dan memberikan semangat dan motivasi dari tengah juga mampu
memberikan dorongan dari belakang untuk kemajuan muridnya. Semboyan ini
dapat kita jadikan landasan dalam setiap pengambilan keputusan yang selalu
berpihak kepada murid untuk menjadikan generasi cerdas dan berkarakter profil
pelajar Pancasila.
Nilai-nilai yang
tertanam dalam diri seorang guru akan berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang akan
digunakanl dalam pengambilan keputusan. Adapun nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang
guru adalah nilai kebajikan, misalnya nilai keadilan, tanggung Jawab,
kejujuran, syukur, jujur, berkomitmen, integritas, kasih Sayang, rajin,
komitmen, percaya Diri, kesabaran, dll. Tentu akan sangat mempengaruhi kita
saat mengambil keputusan. Misalnya dengan nialai keadilan yang dimiliki oleh
guru maka dalam pengambilan keputusan guru akan berusaha adil.
Selain itu ada beberapa
nilai yang harus dipegang oleh seorang guru adalah nilai mandiri, reflektif,
kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Ketika kita menghadapi situasi
dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan
seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi,
tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Untuk dapat mengambil keputusan
diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut
merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi
semua pihak, terutama bagi kepentingan dan keberpihakan pada anak didik kita.
Materi
pengambilan keputusan juga berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’
(bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses
pembelajaran kita sebagai calon guru penggerak, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Pengambilan keputusan dalam
kegiatan coaching akan menjadi efektif, jadi untuk mendapatkan keputusan yang
sesuai dengan nilai-nilai kebajikan maka bisa dilakukan kegiatan coaching
karena seperti yang kita tahu bahwa Salah
satu tujuan kegiatan coaching yaitu menggali lebih dalam lagi potensi yang
dimiliki oleh seorang guru. Melalui proses coaching akan terjadi
pengambilan keputusan yang mengarahkan pada hal-hal positif yang artinya keputusan-keputusan
yang diambil berpihak pada murid. Melalui kegiatan coaching, pengambilan
keputusan akan lebih efektif karena keputusan yang diambil berasal dari potensi
yang dimiliki seseorang. Sehingga keputusan yang diambil tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan akan mendorong terwujudnya well
being dalam ekosistem sekolah. Pendekatan coaching model TIRTA menjadi
selaras jika disandingkan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan
yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Keterampilan coaching akan
membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan
melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.
Kegiatan Coaching
membantu kita berlatih mengevaluasi pilihan yang kita buat. Apakah keputusan
itu sudah berpihak pada siswa, apakah sudah sesuai dengan kebajikan universal,
apakah keputusan itu bermanfaat bagi banyak orang, apakah keputusan itu
dibenarkan? harus dapat mengetahui dan memahami kebutuhan belajar dan keadaan
sosial dan emosional siswa. Dalam hal ini guru sebagai coach karena ia menggali
potensi siswanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga mereka dapat
menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya untuk memecahkan masalahnya
sendiri. Sesi coaching juga membantu guru memaksimalkan potensi mereka dan
memecahkan masalah. Hal ini memungkinkan guru untuk menggunakan teknik coaching
untuk mengidentifikasi masalah dan menghasilkan keputusan yang tepat ketika
menentukan dilema etika ataupun bujukan moral pada murid.
Kemampuan guru dalam
mengelolah dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap
pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika karena Kemampuan
guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangat berpengaruh
terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya dilema etika. Guru yang memiliki
kesadaran diri yang baik pasti menunjukkan integritas dan kejujuran dalam
pengambilan keputusan. Dalam melaksanakan proses pendidikan, guru harus mampu melihat dan
memahami kebutuhan belajar muridnya serta mengelola kapasitas sosial dan
emosionalnya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Proses
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab membutuhkan keterampilan
sosial-emosional seperti kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial,
dan keterampilan berelasi. Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk dapat
menerapkan diskresi dalam proses pengambilan keputusan, terutama dengan
mengenali berbagai pilihan dan kemungkinan hasil serta meminimalkan kesalahan
dalam proses pengambilan keputusan, terutama masalah dilema etika dimana
keduanya sama-sama memiliki nilai kebenaran.
studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Pembahasan
studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika akan semakin mengasah
empati dan simpati seorang pendidik. Empati dan simpati yang terlatih akan
mampu mengidentifikasi dan memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan
keputusan sebagai pemimpin pembelajaran lebih bijak. Tentu saja rasa empati dan
pengelolaan diri dengan kesadaran penuh (Mindfulness) akan sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut. Selain itu pembahasan
studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika juga dapat melatih ketajaman
dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat dengan jelas
membedakan antara dilema etika ataukah bujukan moral. Keputusan yang diambil
akan semakin akurat dan menjadi keputusan yang dapat mengakomodir kebutuhan
murid dan menciptakan keselamatan dan kebahagiaan semua pihak berdasarkan
nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.
Pengambilan keputusan
yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman. Dengan menjalankan
prinsip among Ki Hajar Dewantara dan pola pikir inquiry apresiatif diharapkan
mampu menjalankan peran-perannya. Menjadi pemimpin pembelajaran
juga berarti menjadi pemimpin yang menaruh perhatian penuh pada komponen
pembelajaran, seperti pada kurikulum (intra, ekstra, & ko-kurikuler),
proses belajar mengajar, refleksi dan asesmen yang otentik & efektif,
pengembangan guru, dan Iain sebagainya. Guru berperan besar dalam membuat
lingkungan yang aman, nyaman, menyenangkan, namun
tetap menantang, dan relevan untuk para muridnya. Mereka diharapkan mampu
berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada kepentingan tumbuh kembangnya
siswa agar mampu berkembang sesuai dengan kodratnya.
Tantangan-tantangan di
lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika ini diantaranya adalah adanya
pemikiran dari tiap individu atau kelompok yang berseberangan. Dalam sebuah
instansi pasti terdapat kelompok yang pro dan kontra terhadap sebuah sistem
yang sedang dijalankan oleh pemangku kebijakan di sekolah. Seharusnya semua
ekosistem yang ada di sekolah saling berkolaborasi untuk mewujudkan tujuan
bersama. Semakin
banyak orang, maka banyak pula perbedaan karakter yang muncul,
lagipula tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan
keputusan bersama Sehingga dalam pengambilan keputusan perlu
mempertimbangkan banyak kepentingan. Hal itu bisa terjadi karena adanya
perubahan paradigma kehidupan.
Pengaruh pengambilan
keputusan yang kita ambil dengan pengajaran memerdekakan murid -murid kita
adalah merdeka belajar. Merdeka belajar artinya murid bebas mencapai
kebahagiaan sesuai minat dan potensinya tanpa ada paksaan dan tekanan dari
pihak manapun. Hal ini diharapkan murid-murid akan sukses dengan bidangnya
masing-masing, bahagia karena sesuai dengan apa yang diinginkannya dan
bertanggungjawab akan apa yang menjadi pilihannya. Dengan kata lain semua
pengambilan keputusan harus berpihak pada murid, dan guru berfungsi untuk
memfasilitasi, memoles bakat dan minat yang sudah ada. Membuat
keputusan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid dapat kita awali
dengan mengetahui kesiapan, minat, dan profil belajar murid. Jika kita sudah
mengetahui ketiga unsur tersebut, selanjutnya kita dapat memutuskan strategi
pembelajaran yang sesuai yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar setiap
siswa, melalui strategi pembelajaran berdiferensiasi konten, proses, atau
produk. Termasuk
menerapkan secara eksplisit maupun implisit KSE adalah wujud nyata untuk
memfasilitasi dan mengasah keterampilan sosial emosional murid-murid kita.
Seorang pemimpin pembelajaran, sudah seharusnya mengambil
keputusan yang bijaksana. Pengambilan keputusan yang bijaksana memperhatikan
nilai-nilai kebajikan universal, tanggung jawab, dan keputusan tersebut
haruslah berpihak pada murid agar kehidupan masa depan murid dapat terpenuhi
dengan baik. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan
memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu
menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik. Keputusan-keputusan yang diambil oleh
guru sebagai pemimpin pembelajaran akan merefleksikan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga
sekolah, terutama bagi murid. Pendidik adalah teladan bagi murid untuk
mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Kesimpulan akhir
yang dapat ditarik adalah Guru sebagai pendidik yang peran utamanya adalah
"menuntun" segala kodrat yang dimiliki oleh anak, baik kodrat alam
maupun kodrat zamannya, agar anak meraih kemerdekaannya dalam belajar. Dalam
proses menuntun, guru berperan sebagai pamong, yang mengedepankan azaz pratap
trikolaka ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan tut
wuri handayani dalam kepemimpinannya di pembelajaran. Dibutuhkan
nilai-nilai kebajikan agar setiap keputusan yang diambil oleh guru
merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi
semua pihak, terutama bagi kepentingan/keberpihakan pada anak didik kita.
Nilai-nilai kebajikan tersebut dapat berupa : keadilan, tanggung Jawab,
kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih sayang, rajin,
komitmen, percaya diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Selain itu terdapat
nilai khusus bagi Calon guru Penggerak yang akan menjadi role model bagi murid
yaitu : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak
pada murid, tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip
pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak. Pengambilan keputusan juga
mengacu pada visi yang sudah dibuat dan penerapan budaya positif di sekolah.
Diperlukan penguasaan
terhadap keberagaman gaya belajar murid untuk dapat menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi, dan memiliki kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri,
kesadaran sosial, dan keterampilan berelasi dalam mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk
membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta
interaksi sosial mereka. Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan
konsekuensi yang ada. Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat
menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan
berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Konsep-konsep dilema etika dan bujukan moral, 4
paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan dapat dirangkum sebagai berikut.
Dilema etika (benar
lawan benar) adalah situasi dimana seseorang dihadapkan dalam dua pilihan. Dimana
dua pilihan tersebut jika dilihat secara moral benar namun bertentangan dengan
hal yang lain. Contoh mudahnya adalah seorang guru meninggalkan jam mengajar
karena guru tersebut harus menyelesaikan tugas lain misalnya tugas memimpin
rapat koordinasi suatu event disekolah karena guru tersebut merupakan waka
kesiswaan. Dan dengan adanya event tersebut membuat guru itu sering
meninggalkan jam mengajar, sebagai gantinya guru tersebut memberikan tugas yang
disampaikan ke guru piket, kadang guru tersebut juga meminta bantuan ke guru mapel
yang sama untuk bisa menggantikannya di kelas tersebut. Dalam hal ini Tindakan guru
memberi tugas atau meminta bantuan rekan itu sudah benar karena itu artinya
guru tersebut masih peduli kepada anak-anak dan masih bertanggung jawab
terhadap tugasnya sebagai guru, namun jika terlalu sering meninggalkan kelas
maka siswa-siswinya menjadi kurang memahami materi karena mereka harus belajar
mandiri hanya difasilitasi Latihan soal saja. Namun guru tersebut meninggalkan
kelas juga karena tugas yang penting untuk sekolah dan anak-anak. Sehingga permasalahan
ini bisa dibilang benar lawan benar.
Selain dilemma etika
ada juga yang disebut dengan bujukan moral (benar lawan salah) yaitu situasi
yang mengharuskan kita untuk membuat keputusan antara benar dan salah. Ketika kita
menghadapi kedua situasi tersebut (dilema etika atau bujukan moral) maka perlu
memandang masalah tersebut dengan 4 paradigama, 3 prinsip, dan melakukan 9 uji
pengambilan keputusan. Agar keputasan yang kita ambil tepat dan efektif untuk
digunakan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Empat paradigma dalam dilema etika yaitu:
1. Individu
lawan masyarakat
2. rasa
keadilan lawan rasa kasihan
3. kebenaran
lawan kesetia
4. Jangka
pendek lawan jangka Panjang
Jika kita
mengunakan paradigma dalam pengambilan keputusan maka kita dapat menentukan
pilihan dalam mengambil keputusan itu, karena dari 4 pradigma itu sudah
dijelaskan pandangan-pandangan untuk setiap permasalahan. Dan kita dapat
memposisikan diri dalam pengambilan keputusan.
Tiga prinsip berpikir dalam pengambilan keputusan yaitu:
1. 1. Berpikir
berbasis hasil akhir.
2. 2. Berpikir
berdasar pada peraturan
3. 3. Berpikir
dengan rasa peduli.
Prinsip pengambilan
keputusan memberikan pemahaman kepada kita, bahwa setiap orang ingin melakukan
yang terbaik, baik untuk individu maupun untuk orang banyak, menjunjung
nilai-nilai yang ada dalam diri kita, yang tentunya diharapkan oleh orang lain.
Selain itu Pengambilan keputusan sangat penting mengunakan prinsip. Melihat
kepada hasil akhir dari sebuah pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
berdasarkan peraturan, dan pengambilan keputusan berdasarkan rasa peduli. Dari tida
prinsip tersebut, manakah yang akan kita lakukan.
Agar kita
benar-benar mengetahui keputusan yang diambil tidak merugikan orang lain atau dapat
menyelamatkan orang lain. Maka harus
dilakukan pengujian pada masalah itu. Dengan menggunakan 9 langkah pengambilan
keputusan.
9 Langkah pengambilan keputusan
Langkah 1 mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling
bertentangan dalam situasi yang dihadapi
Langkah 2 menentukan siapa saja yang terlibat dalam
situasi yang dihadapi
Langkah 3 mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dnegan
situasi yang dihadapi
Langkah 4 pengujian benar atau salah melalui uji legal,
uji regulasi/standar professional, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan
uji panutan / idola
Langkah 5 pengujian paradigma benar lawan benar seperti
yang telah dipaparkan pada 4 paradimag sebelumnya.
Langkah 6 melakukan prinsip resolusi
Langkah 7 investigasi opsi trilemma
Langkah 8 buat keputusan
Langkah 9 lihat lagi keputusan dan refleksikan
REFLEKSI
Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan
pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi dilemma etika dan juga
bujukan moral namun pada saat itu saya belum memahami terkait pengambilan
keputusan berdasarkan nilai nilai kebajikan ini . Saat itu dilema etika yang saya alami
berdasarkan paradigma individu lawan kelompok (individual vs community). Saat
itu saya hanya mengandalkan keputusan hasil akhir yang sekiranya tidak
merugikan kedua belah pihak. Setelah saya mempelajari modul ini, ternyata
sebuah kasus delima etika perlu diselesaikan dengan Iangkah- langkah
pengambilan dan pengujian keputusan, agar apa yang diputuskan dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik.
Dampak yang saya
rasakan setelah mempelajari materi ini adalah saya menjadi lebih percaya diri
dalam mengambil keputusan, terutama sebagai pemimpin pembelajaran. Setelah
melalui proses pengujian keputusan sembilan langkah ini, saya merasa lebih
percaya diri karena saya tahu keputusan saya benar dan efektif. Sehingga dengan
melakukan tahapan yang tepat akan meminimalisir dampak negatif terhadap
pengambilan keputusan yang telah saya ambil karena telah melalui tahapan yang
seharusnya. Dan setiap keputusan yang akan saya ambil kedepannya akan memihak
pada murid. Sehingga akan berdampak bagi kemajuan pendidikan.Saya juga merasa
mendapatkan wawasan yang berharga sebagai individu, terutama ketika melihat
masalah yang saya hadapi.
Bagi saya materi pada modul 3.1 sangat penting dan
bermakna. Saya yakin bahwa pengetahuan tentang pengambilan keputusan ini sangat
penting, baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah,
untuk dapat membuat keputusan yang benar dan efektif serta menghindari
pengambilan keputusan yang ceroboh. Sebelum saya mendapat pengetahuan tentang
pengambilan keputusan, saya merasa bahwa banyak hal dan keputusan yang saya
buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas dan terstruktur, sekarang
saya mengerti bagaimana keputusan dibuat. Membuat keputusan serta dapat
membedakan antara dilema etika dan bujukan moral dan menggunakan sembilan
langkah pengambilan keputusan memberi saya kepercayaan diri dalam membuat
keputusan yang tepat.
0 Comments