02 AGUSTUS 1949 : PANGLIMA BESAR TNI MENGHADAP PRESIDEN TERKAIT PENGUNDURAN DIRI (SOEDIRMAN MENEMUI SOEKARNO)



Selamat malam readers,

Malam ini mimin kembali lagi dalam segmen “today in history” J :-p

Ada apa sih hari ini dalam sejarah khususnya sejarah Indonesia?

Tepat 71 tahun yang lalu, seorang Panglima TNI menghadap langsung kepada Presiden.

Bayangin nih ya, kayak terbayang nggak sih guys betapa gentingnya pertahanan negara ketika hal seperti itu terjadi? Apalagi fyi nih buat kalian, di tahun segitu tuh bener-bener serangkaian peristiwa mempertahankan kemerdekaan salah satunya Agresi Militer, karena Belanda balik lagi ke Indonesia meskipun Indonesia sudah memproklamirkan diri namun Belanda tidak mau mengakuinya.

Hmm banget kan tuh Belanda.

Soedirman merupakan seorang Panglima Besar TNI yang luar biasa perjuangannya. Beliau merupakan sosok yang tidak menyukai cara diplomasi, karena baginya Belanda itu licik. Hal tersebut juga terjadi ketika adanya perjanjian Roem-Royen, Soedirman salah seorang yang menentang.

Wah, mulai terasa ketegangannya. Sebenernya apa sih yang terjadi?

Jadi, salah satu kesepakatan hasil perjanjian Roem-Royen adalah gencatan senjata. Sedangkan Soedirman menolak.

Soedirman merasakan kekecewaan kepada Soekarno-Hatta yang tidak menepati janji untuk bergerilya ketika Yogyakarta diserang.

Apa dampak dari kekecewaan tersebut?

Pagi hari, tertanggal 02 Agustus 1949 Soedirman menemui Soekarno dimana dalam pertemuan itu bukan pertemuan biasa, melainkan pertemuan seorang Panglima Besar TNI dengan seorang Presiden RI di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, Soedirman mengajak Nasution dan menyampaikan rencana pengunduran dirinya sebagai Panglima Besar TNI sebagai bentuk penolakan gencatan senjata.

“Kami tak bisa lagi mengikuti politik pemerintah, kami terpaksa mengundurkan diri,” kata Soedirman

“Saya tegaskan bahwa itulah pendirian semua Panglima,” kata Nasution
Namun, yang lebih mengagetkannya lagi yaitu respon Soekarno.

“Kalau itu pendirian APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia), maka Sukarno-Hatta yang akan lebih dulu mengundurkan diri, kami bersedia mengikuti pimpinan APRI meneruskan perjuangan,” tegas Sukarno.

:v Lumayan menegangkan, serasa seperti menjadi saksi saat itu dan terbayang dengan kalimat-kalimat tegas yang terucapkan.

Pada sore harinya, Nasution dipanggil ke tempat Soedirman. Surat pengunduran diri itu belum dinomori. Nasution membacanya lebih dulu sebelum mengantarkannya kepada Soekarno.

Setelah itu, Nasution menghadap Soedirman yang terbaring sakit di tempat tidur. Dia menyatakan, “lebih penting persatuan pimpinan APRI dengan Sukarno-Hatta daripada soal strategi perjuangan. Bagaimanapun baiknya strategi, kalau pecah antara kedua pucuk pimpinan nasional dan militer, maka perjuangan akan gagal.”

Panglima Soedirman mulai lunak dan sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Nasution. Soedirman tetap menunjukan sikap loyal terhadap apa saja yang menjadi keputusan pemerintah.

Apa yang terjadi setelahnya?

Soekarno besoknya mengumumkan gencatan senjata dan meminta pasukan gerilya mematuhi 
perintah tersebut.

Apa pelajaran yang bisa kalian ambil?

Jujur , mimin kagum pada para tokoh perjuangan. Mereka tetaplah manusia sebagaimana kita, selisih paham itu pasti terjadi, perbedaan pendapat, kekecewaan apalagi. Namun, mereka bisa mengalahi ego masing-masing demi Indonesia. Nasionalisme dan patriotisme yang luar biasa bagi mimin. J

Terimakasih guys,

Demikian untuk kali ini,

Stay safe temen-temen semua J

See you on the next Sunday. J

Sumber:
Historia.id
Ricklef, Merle Calvin. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Post a Comment

0 Comments