Selamat malam readers,
Malam ini mimin kembali lagi dalam segmen “today
in history” J
:-p
Ada apa sih hari ini dalam sejarah khususnya
sejarah Indonesia?
Tepat 71 tahun yang lalu, seorang Panglima
TNI menghadap langsung kepada Presiden.
Bayangin nih ya, kayak terbayang nggak sih
guys betapa gentingnya pertahanan negara ketika hal seperti itu terjadi? Apalagi
fyi nih buat kalian, di tahun segitu tuh bener-bener serangkaian peristiwa
mempertahankan kemerdekaan salah satunya Agresi Militer, karena Belanda balik
lagi ke Indonesia meskipun Indonesia sudah memproklamirkan diri namun Belanda
tidak mau mengakuinya.
Hmm banget kan tuh Belanda.
Soedirman merupakan seorang Panglima Besar TNI
yang luar biasa perjuangannya. Beliau merupakan sosok yang tidak menyukai cara
diplomasi, karena baginya Belanda itu licik. Hal tersebut juga terjadi ketika
adanya perjanjian Roem-Royen, Soedirman salah seorang yang menentang.
Wah, mulai terasa ketegangannya. Sebenernya apa
sih yang terjadi?
Jadi, salah satu kesepakatan hasil perjanjian
Roem-Royen adalah gencatan senjata. Sedangkan Soedirman menolak.
Soedirman merasakan kekecewaan kepada
Soekarno-Hatta yang tidak menepati janji untuk bergerilya ketika Yogyakarta
diserang.
Apa dampak dari kekecewaan tersebut?
Pagi hari, tertanggal 02 Agustus 1949 Soedirman
menemui Soekarno dimana dalam pertemuan itu bukan pertemuan biasa, melainkan
pertemuan seorang Panglima Besar TNI dengan seorang Presiden RI di Istana
Kepresidenan Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, Soedirman mengajak Nasution
dan menyampaikan rencana pengunduran dirinya sebagai Panglima Besar TNI sebagai
bentuk penolakan gencatan senjata.
“Kami tak bisa lagi mengikuti politik
pemerintah, kami terpaksa mengundurkan diri,” kata Soedirman
“Saya tegaskan bahwa itulah pendirian semua
Panglima,” kata Nasution
Namun, yang lebih mengagetkannya lagi yaitu
respon Soekarno.
“Kalau itu pendirian APRI (Angkatan Perang
Republik Indonesia), maka Sukarno-Hatta yang akan lebih dulu mengundurkan diri,
kami bersedia mengikuti pimpinan APRI meneruskan perjuangan,” tegas Sukarno.
:v Lumayan menegangkan, serasa seperti
menjadi saksi saat itu dan terbayang dengan kalimat-kalimat tegas yang
terucapkan.
Pada sore harinya, Nasution dipanggil ke
tempat Soedirman. Surat pengunduran diri itu belum dinomori. Nasution
membacanya lebih dulu sebelum mengantarkannya kepada Soekarno.
Setelah itu, Nasution menghadap Soedirman
yang terbaring sakit di tempat tidur. Dia menyatakan, “lebih penting persatuan
pimpinan APRI dengan Sukarno-Hatta daripada soal strategi perjuangan.
Bagaimanapun baiknya strategi, kalau pecah antara kedua pucuk pimpinan nasional
dan militer, maka perjuangan akan gagal.”
Panglima Soedirman mulai lunak dan sependapat
dengan apa yang disampaikan oleh Nasution. Soedirman tetap menunjukan sikap
loyal terhadap apa saja yang menjadi keputusan pemerintah.
Apa yang terjadi setelahnya?
Soekarno besoknya mengumumkan gencatan
senjata dan meminta pasukan gerilya mematuhi
perintah tersebut.
Apa pelajaran yang bisa kalian ambil?
Jujur , mimin kagum pada para tokoh
perjuangan. Mereka tetaplah manusia sebagaimana kita, selisih paham itu pasti
terjadi, perbedaan pendapat, kekecewaan apalagi. Namun, mereka bisa mengalahi
ego masing-masing demi Indonesia. Nasionalisme dan patriotisme yang luar biasa
bagi mimin. J
Terimakasih guys,
Demikian untuk kali ini,
Stay safe temen-temen semua J
See you on the next Sunday. J
Sumber:
Historia.id
Ricklef,
Merle Calvin. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
0 Comments